Counter

Wednesday, November 7, 2007

Pengelolaan Narkotik

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan tingkat atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dibedakan dalam 3 golongan:

  • Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, desomorfina.
  • Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol, betametadol, diampromida.
  • Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menimbulkan ketergantungan. Contoh: kodein, asetildihidrokodeina, polkadina, propiram.


Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.

Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.199/MenKes/SK/X/1996, pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma depot sentral dengan alamat kantor dan alamat gudang penyimpanan di Jalan Rawa Gelam V Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta Timur sebagai importir tunggal di Indonesia untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan dengan penanggungjawab yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sentralisasi ini dimaksudkan untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan narkotika oleh pemerintah.

Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:

  • Pemesanan Narkotika, Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja.

  • Penyimpanan NarkotikaPerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:
    1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
    2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
    3. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
    4. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.
    5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.
    6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.
    7. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum.
  • Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:
    1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.
    2. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
    3. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
    a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
    b. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
    c. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
    d. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan “iter” pada resep yang mengandung narkotika.

  • Pelaporan NarkotikaUndang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan kepada Sudin Yankes dengan tembusan ke Balai Besar POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.

  • Pemusnahan NarkotikaPada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa apoteker pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang memuat:
    a. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).
    b. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
    c. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
    d. Cara memusnahkan.
    e. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
  • Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI.
    a. Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat.
    b. Arsip. Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran Direktur Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei 1981 tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang dimaksud adalah:
    a. Bagi apotek yang berada di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Balai POM setempat.
    b. Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.

Comments for this post