Counter

Wednesday, November 7, 2007

Persyaratan Perizinan Pendirian Apotek

Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut:

  • Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

  • Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

  • Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:

  • Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.

  • Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari : ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik, Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon apotek.

  • Perlengkapan Apotek, Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:
  1. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur dll.
  2. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari pendingin.
  3. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.
  4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
  5. Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan per-UU yang berhubungan dengan apotek.
  6. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan lain-lain.


Prosedur perizinan apotek

Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.

Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

Sesuai dengan Keputusan MenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yaitu:

  • Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
  • Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
  • Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan.
  • Dalam hal pemerikasaan dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.
  • Dalam jangka 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana ayat (3) atau persyaratan ayat (4), Kepala Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan surat izin apotek.
  • Dalam hasil pemerikasaan tim Dinas Kesehatan setempat atau Kepala Balai POM dimaksud (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan surat penundaan.
  • Terhadap surat penundaan sesuai dengan ayat (6), apoteker diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan sejak tanggal surat penundaan.
  • Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan sesuai pasal (5) dan atau pasal (6), atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Dinas setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.

Comments for this post