Counter

Wednesday, November 7, 2007

Pengelolaan Psikotropika

Psikotropika menurut UU No.5 tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik bukan narkotika yang berkhasiat, psikoaktif melalui pengaruh selektif menurut susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

Psikotropika digolongkan sebagai berikut:

  • Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 26 zat, antara lain lisergida (LSD), meskalin, dan psilosibina.

  • Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan yang dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan mencakup 14 zat, antara lain: amfetamin, deksamfetamin, revonal, ritalin, dan sekobarbital.

  • Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 9 zat, antara lain: amylobarbital, glutetimida dan pentazosina.

  • Golongan IV misalnya: amfepramona, barbital, fenobarbital, metakualon, dan lain-lain.

Secara garis besar pengelolaan psikotropika antara lain meliputi:

  • Pemesanan Psikotropika, Obat-obat psikotropika dapat dipesan apotek dari pedagang besar farmasi (PBF) dengan menggunakan surat pemesanan (SP) yang diperoleh dari PBF PT. Kimia Farma dan ditandatangani oleh APA (apabila dilakukan pemesanan).

  • Penyimpanan PsikotropikaSampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.

  • Pelaporan Psikotropika. Apotek wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No.5 tahun 1997 pasal 33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika.

  • Pemusnahan Psikotropika. Menurut pasal 53 UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila:
    a. Kadaluarsa.
    b. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.
    c. Berkaitan dengan tindak pidana.


Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat Berita Acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat kepastian.

Comments for this post